Bacajuga : Belajar Terjemah Al Quran dengan Cepat ~ Untuk melakukan ijtihad ada beberapa syarat yang tertentu: 1. Orang itu harus memahami Ilmu-ilmu Al-Qur'an 2. Orang itu harus memahami hukum Al-Qur'an 3. Orang itu harus mengetahui hadist nabi Hasanyakni hadits yang baik, memenuhi syarat seperti hadits shahih, letak perbedaannya hanya dari segi kedhobitannya (kuat hafalan). Hadits shahih kedhobitannya lebih sempurna daripada hadits hasan. Dhaif yakni hadits yang lemah. Maudhu yakni hadits yang palsu atau dibuat-buat. 3. Ijtihad Secaraistilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Fungsi ijtihad yaitu untuk mendapatkan solusi hukum dari suatu masalah yang tidak ditemukan dalam Al-Qur'an ataupun hadis. Orang yang melakukan ijtihad dinamakan mujtahid. 2. Macam-Macam Ijtihad AlQuran dan Hadits berasal langsung dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan ijtihad merupakan hasil pemikiran umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Al-Quran Klasifikasisurah-surah dalam Al Qur'an dibagi menjadi 2 yakni: 1. Surah Makkiyah 2. Surah Madaniyah Kedudukan Al Quran memiliki kedudukan yang sangat tinggi dari seluruh ajaran islam. Al Quran sebagai sumber utama dan pertama sehingga semua umat islam menjadikan al quran sebagai pedoman hidupnya. Fungsi Ijtihadmemiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur'an dan hadis. Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam al-Qur'an dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. yang artinya: Jadiuntuk menjadikan Al-Qur'an terus berbicara maka membutuhkan metodologi baru yang bisa mengakomodasi perkembangan zaman sehingga Al-Qur'an menjadi elastis dan fleksibel.5 [5] 1 [1]Kurdi, dkk. Hermeneutika Al-Quran dan Hadis. (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2010), hlm. 59 2 [2] Metodologi berasal dari kata method dan logos. Namun ijtihad hanya boleh dilakukan oleh orang orang tertentu saja yang ahli tentang Al Quran dan hadis yang disebut dengan Mujtahid. Metodologi Ijtihad yang sering dipergunakan: 1. Isthisar 2. Maslatul Musalah 3. Isthisab 4. Urf. Baca juga : Menyikapi Informasi Baik yang Hoax atau Real di Tengah Wabah Covid-19 dalam Perspektif Al Quran CWL1j. Ijtihad adalah upaya menggali dan mengintisarikan hukum dari Alquran dan sunnah. Alquran ilustrasi. Foto ANTARA Ijtihad adalah upaya menggali dan mengintisarikan hukum dari Alquran dan sunnah JIC, JAKARTA – Banyak orang bertanya karena benar-benar tidak tahu atau karena kurang ilmu, mengapa manusia masih butuh ijtihad yang dilakukan oleh manusia. Padahal sudah ada Alquran dan sunnah sebagai pedoman. Sehubungan dengan itu, Ustadz Ahmad Sarwat Lc MA dalam buku berjudul “Sudah Ada Quran-Sunnah Mengapa Harus Ijtihad?” terbitan Rumah Fiqih Publishing menjelaskan mengapa ijtihad dibutuhkan dalam menentukan syariat atau hukum dari suatu perkara. Salah satu arti ijtihad adalah mengabiskan segenap kekuatan yang dilakukan seorang ahli fiqih dalam rangka mendapatkan hukum syar’i dan implementasinya, baik secara logika atau naql, dengan hasil yang qathiI atau zhanni. Ustadz Sarwat menjelaskan, apakah cukup bagi manusia menggunakan petunjuk langsung dari Allah SWT. Sebab Allah SWT telah menurunkan wahyu Alquran dengan ayat-ayat yang jelas, sebagaimana tertera pada ayat-ayat berikut ini. الر ۚ تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ وَقُرْآنٍ مُبِينٍ “Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat Al-Kitab, yaitu Alquran yang memberi penjelasan.” QS Al Hijr 1 Bukankah Alquran merupakan kitab yang sempurna. Sehingga tidak ada satu pun yang tidak terdapat di dalam Alquran. Bukankah Rasulullah SAW sudah mewariskan dua pedoman. Jika manusia berpegang-teguh pada keduanya, mereka tidak akan tersesat selama-lamanya. إِنِّي قَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي “Aku tinggalkan kepada kalian dua perkara yang kalian tidak akan tersesat selamanya selama berpegang teguh dengan keduanya, Kitabullah dan Sunnah.” HR Malik “Lantas, mengapa manusia masih harus berpegang kepada ijtihad yang notabene hanya buatan manusia,” kata Ustadz Sarwat dalam bukunya. Dia menerangkan, manusia yang awam ini biasa menyederhanakan masalah. Kalau sudah ada satu ayat Alquran menyebutkan satu masalah, maka langsung menarik kesimpulan hukumnya begitu saja tanpa lihat kanan-kiri lagi. Sikap seperti ini mirip anak kecil atau balita yang dengan lugunya menyeberang jalan, dia langsung nyelonong saja tanpa pertimbangan apa-apa. Tentu saja sangat berbahaya, apalagi menyeberang jalan tol. Sebagai contoh sederhana saja, adakah yang tahu ayat mana di dalam Alquran yang memerintahkan manusia melakukan sholat Idul Adha. Kalau perintah sholat secara umum memang ada, bahkan ada banyak. Tapi sholat Idul Adha yang tiap tahun dilakukan umat Islam, mana ayatnya? “Kalau kita tidak punya ilmunya, maka otomatis kita akan bilang bahwa di dalam Alquran tidak ada perintah untuk mengerjakan sholat Idul Adha. Padahal sebenarnya ayatnya ada, tetapi kita tidak tahu. Ayatnya adalah ayat yang sebenarnya sudah sering kita baca dan bahkan kita sudah hafal,” kata Ustaz Sarwat. فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ “Maka laksanakanlah sholat untuk Tuhanmu dan lakukanlah nahr.” QS Al Kautsar 2. Ustadz Sarwat menjelaskan, bagi yang tidak tahu ilmunya dan hanya mengandalkan terjemahan Alquran, mungkin akan kebingungan. Di mana kalimat yang memerintahkan sholat Idul Adha di ayat ini. Yang ada hanya perintah sholat secara umum begitu saja. “Di situ letak perbedaan awal antara kita yang awam dengan para mujtahid. Mereka itu tahu setiap latar belakang turunnya ayat Alquran, yang disebut dengan asbabunnuzul. Selain itu juga ada siyaq, munasabah dan istilah-istilah lainnya. Ternyata ayat itu turun terkait dengan sholat Idul Adha dan penyembelihan hewan kurban,” jelas Ustadz Sarwat. Ustadz Sarwat mengatakan, yang menarik lagi, ternyata meski sholat di ayat ini diperintahkan, karena menggunakan fi’il amr, namun seluruh ulama sepakat bahwa hukum sholat Idul Adha tidak sampai wajib. Hukumnya hanya sampai sunnah muakkadah saja. “Kita tidak temukan ulama yang mewajibkan sholat Idul Adha, padahal sighatnya datang dalam bentuk kata perintah,” ujar Ustadz Sarwat. Dalam buku “Sudah Ada Quran-Sunnah Mengapa Harus Ijtihad?” juga dijelaskan alasan lainnya mengapa manusia membutuhkan ijtihad. Ustaz Sarwat menjelaskan pengertian ijtihad dari masing-masing ulama, menjelaskan perintah untuk berijtihad, menjelaskan Rasulullah SAW melakukan ijtihad, menjelaskan para sahabat Nabi melakukan ijtihad dan lain-lain. Sumber - Ajaran Islam merupakan agama yang relevan sepanjang zaman. Namun, tidak semua kejadian atau peristiwa termaktub dalam Al-Quran dan sunah Nabi Muhammad SAW. Karena itulah, dibutuhkan ijtihad untuk memecahkan masalah umat Islam kontemporer dengan bersandar pada fondasi dasar ajaran Islam. Secara definitif, ijtihad artinya mengeluarkan tenaga dan kemampuan untuk mendapatkan kesimpulan hukum Islam. Dasar utamanya adalah Al-Quran dan sunah, yang dilengkapi dengan disiplin keilmuan lainnya yang tidak menyalahi kedua fondasi tersebut. Dilansir dari NU Online, ijtihad umumnya dilakukan dalam menggali hukum-hukum syariat yang berstatus cabang atau furu'iyyah, baik itu dalam perkara fikih atau muamalah. Ijtihad tidak boleh merambah dimensi akidah dan ibadah pokok, seperti rukun iman, ibadah salat, puasa, dan sebagainya Contoh ijtihad dalam perkara muamalah kontemporer adalah hukum transaksi pinjaman di bank. Di masa Nabi Muhammad SAW, tidak ada bank seperti sekarang. Karena itulah, perlu dilakukan penggalian hukum syariat, apakah halal atau haram meminjam sejumlah uang di bank. Berdasarkan ijtihad Majelis Ulama Indonesia MUI No. 1 Tahun 2004, melakukan transaksi pinjaman ke bank konvensional dengan bunga tertentu termasuk dalam konteks riba yang diharamkan Islam. Hal ini disampaikan Rasulullah SAW sebagai berikut "Sungguh akan datang kepada umat manusia suatu masa di mana tak ada seorang pun di antara mereka [terbiasa] memakan riba. Barang siapa tidak mengambilnya, ia terkena debunya," Ibnu Majah. Untuk melakukan ijtihad, terdapat syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi mujtahid atau orang yang melakukan ijtihad. Dalam uraian "Perjalanan Ijtihad dalam Perkembangan Fikih" yang terbit di Jurnal Syariah, Fathurrahman Azhari menuliskan beberapa ketentuan sebagai berikut Pertama, mujtahid harus menguasai bahasa Arab dengan berbagai cabang keilmuannya, seperti nahwu, saraf, balagah, dan aspek-aspek lainnya. Kedua, memiliki pengetahuan tentang Al-Quran secara mendalam. Ketiga, mempunyai pengetahuan komprehensif tentang sunah Nabi Muhammad SAW, khususnya enam kitab hadis induk yaitu Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah, serta kitab-kitab lainnya, seperti Sunan Baihaqi, Sunan Daraqutni, Sunan Thabrani, Sunan Darimi, dan sebagainya. Keempat, mengetahui ijmak atau kesepakatan ulama sebelumnya. Jangan sampai seorang mujtahid mengeluarkan suatu hukum yang bertentangan dengan ijmak sebelumnya. Kelima, mengetahui ilmu usul fikih, mencakup kaidah ijtihad, metodenya, dan prinsip-prinsip dasar seperti maqashid syariah, al-urf adat kebiasaan penduduk setempat, maslahah mursalah, dan sebagainya. Keenam, mengetahui objek yang akan diijtihadi. Seorang mujtahid harus memahami secara penuh kasus yang ia hadapi, sehingga ia tidak keliru memutuskan hukum syariat atas perkara umat juga Mengenal Muslim Kaffah dan Penjelasannya Menurut Agama Islam Arti Tabayyun dan Tawakal Menurut Agama Islam Serta Maknanya - Pendidikan Kontributor Abdul HadiPenulis Abdul HadiEditor Dhita Koesno